Senin, 26 September 2011

Governance di asuransi


GOVERNANCE PADA PERASURANSIAN[1]
Dr. Harry Azhar Azis, MA.[2]
PENDAHULUAN
Cakupan asuransi di Indonesia masih sangat rendah, yaitu 15% dari total penduduk.[3] Tidaklah mengherankan jika kontribusi perusahaan asuransi terhadap sektor keuangan hanya sebesar 0,5%.[4] Dari sisi pendapatan premi, struktur pasar asuransi di Indonesia didominasi oleh asuransi jiwa (53,61%) dan asuransi umum (32,06%)[5]. Dalam menjalankan usahanya, kedua bidang tersebut tidak bisa melepaskan diri dari perusahaan reasuransi karena potensi kerugian yang tidak pasti dan nilai investasi yang fluktuatif atau dengan kata lain sebagai mekanisme risk sharing. Namun demikian, dari jumlah premi yang besar, komponen yang masuk reasuransi hanya sebesar 56%. Dari proporsi tersebut, 80% nya direasuransi di luar negeri, sementara sisanya direasuransi di dalam negeri.[6] Hal ini disebabkan oleh jumlah perusahaan reasuransi di Indonesia yang masih sangat rendah, terbatasnya cakupan (penutupan) bidang-bidang resiko pada lembaga reasuransi, dan menariknya imbal hasil investasi terutama dari pasar modal.
Inti dari kegiatan usaha asuransi adalah kepercayaan (trust) masyarakat. Untuk meningkatkan kepercayaan tersebut, perlindungan konsumen harus dikedepankan. Pilihan masyarakat terhadap perusahaan asuransi sebaiknya diarahkan secara objektif dengan pertanggungjawaban berlangsung secara berkesinambungan. Dalam hal ini, kehadiran pialang asuransi dan reasuransi sangat penting karena tidak terikat kepada suatu perusahaan asuransi maupun reasuransi. Disamping itu, pialang juga dapat menyajikan analisis yang mendalam, serta memfasilitasi penyelesaian ganti rugi pihak tertanggung baik masyarakat secara individu maupun perusahaan asuransi sebagai korporasi.   
Oleh karena itu, perusahaan pialang asuransi dan reasuransi memiliki posisi dan peran strategis dalam penegakkan good corporate governance di lembaga perasuransian karena independen dan dapat memberikan asistensi kepada konsumen. Disamping itu, fasilitas yang diberikan pada saat penyelesaian masalah sangat menguntungkan konsumen, karena status hukum pialang lebih jelas dengan kompetensi yang tidak diragukan.

KONDISI PERUSAHAAN ASURANSI DAN REASURANSI
Jumlah perusahaan pialang asuransi dan reasuransi terus mengalami peningkatan. Data Bapepam LK menyebutkan, peningkatan terbesar terjadi di perusahaan pialang asuransi dengan jumlah 134 pada tahun 2005, kemudian menjadi 142 di tahun 2009. Sementara, peningkatan jumlah perusahaan pialang reasuransi sangat rendah, bahkan cenderung tetap, yaitu 21 perusahaan di tahun 2005 menjadi 22 perusahaan di tahun 2009. Terkait dengan jumlah perusahaan asuransi, kondisinya terus mengalami penurunan dan jumlah perusahaan reasuransi tetap sepanjang tahun 2005-2009.

Tabel 1. Jumlah Usaha Perasuransian Tahun 2005 – 2009
Perusahaan
2005
2006
2007
2008
2009
Asuransi Jiwa
51
51
46
45
46
Asuransi Kerugian/Umum
97
97
94
90
89
Reasuransi
4
4
4
4
4
Pialang Asuransi
134
143
146
141
142
Pialang Reasuransi
21
23
23
21
22
Sumber : Bapepam LK, 2009.

Meskipun demikian, pendapatan premi pialang asuransi dan reasuransi mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, sehingga komisi yang diterima juga meningkat. Pada tahun 2005, pendapatan premi yang berhasil dikoleksi pialang asuransi dan reasuransi sebesar    Rp 5,7 Triliun; jumlah ini meningkat 29,01% di tahun 2009 menjadi Rp 7,3 Triliun. Dengan jumlah premi tersebut, rata-rata kontribusi pialang asuransi dan reasuransi terhadap total premi bruto sebesar 8,73% namun trennya justru menurun.



Grafik 1. Perkembangan Premi Bruto Melalui Pialang beserta Komisi
Tahun 2005 – 2009 (Miliar Rp)








Sumber : Bapepam LK, 2009.

Grafik 2. Perkembangan Kontribusi Premi Melalui Pialang Terhadap Total Premi Bruto Tahun 2005 – 2009 (%)







Sumber : Bapepam LK, 2009.
Dengan melihat kecenderungan tersebut, dapat dipastikan bahwa perusahaan asuransi sudah beralih kepada agen-agen freelance untuk meningkatkan pendapatan premi karena tidak terikat dengan suatu badan usaha sehingga dimungkinkan lebih rendah pengeluaran dalam hal biaya komisi dan memanfaatkan situasi atas kurang dikenalnya pialang asuransi oleh masyarakat.
Ketidakpastian global juga berpengaruh akan keputusan perusahaan menggunakan tenaga-tenaga agen perorangan karena kekhawatiran perusahaan terhadap penurunan laju pertumbuhan aset. Penempatan investasi perusahaan asuransi mayoritas ditempatkan pada SBN (26,1%), deposito berjangka (23%) dan reksadana (17,6%), sehingga antisipasi pengendalian biaya harus dilakukan karena BI rate yang cenderung tetap dan imbal hasil (yield) surat utang yang semakin menurun.

Tabel 2. Perkembangan Aset Perusahaan Asuransi dan Reasuransi Tahun 2005 - 2009
Perusahaan
2005
2006
2007
2008
2009
Asuransi kerugian/umum
     21.254,2
     23.760,8
     28.418,5
     33.169,3
   141.646,2
Asuransi jiwa
     53.940,3
     71.034,1
   102.137,2
   102.404,7
   141.646,2
Asuransi sosial & jamsostek
     34.562,2
     51.546,8
     63.598,2
     66.606,7
     87.490,8
Asuransi PNS/TNI/POLRI
     20.313,6
     27.371,0
     33.304,9
     39.777,5
     51.592,5
Reasuransi
       1.147,3
       1.221,5
       1.369,8
       1.621,2
       2.034,8
Total
   131.217,6
   174.934,2
   228.828,6
   243.579,4
   424.410,5
Sumber : Bapepam LK, 2009.
Peluang untuk broker asuransi masih terbuka di area perusahaan reasuransi. Dengan melihat kecenderungan peningkatan aset perusahaan reasuransi, maka ke depan dimungkinkan penempatan dana perusahaan asuransi lebih banyak ditempatkan di perusahaan reasuransi dalam negeri.  Hal tersebut didukung oleh semakin meningkatnya rasio defisit reasuransi dari dan ke luar negeri terhadap premi bruto, sementara rasio klaim terus mengalami peningkatan.

Tabel 3.  Perkembangan Defisit Reasuransi Luar Negeri dan Rasio Klaim
Tahun 2005 – 2009 (%)
Uraian
2005
2006
2007
2008
2009
Rasio Defisit Reasuransi ke dan dari Luar Negeri/Premi Bruto
10
19,3
17
19,3
13,4
Rasio Klaim/Premi Bruto
52,8
54,8
50
61,1
64,9
Sumber : Bapepam LK, 2009.
GOVERNANCE PERASURANSIAN
Agar pangsa pasar (market share) perusahaan asuransi maupun reasuransi meningkat, maka intensifikasi dan ekstensifikasi harus dilakukan. Perluasan cakupan perusahaan asuransi dan reasuransi sangat penting terutama menyangkut potensi bencana alam. Disamping itu, peningkatan rasio solvabilitas sangat penting, bukan hanya untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar klaim, namun juga menyangkut kemampuan untuk membayar seluruh kewajibannya terutama terhadap perbankan. Oleh karena itu, peningkatan governance penting dalam memperluas cakupan pasar tersebut.
Untuk mencapai tujuan tersebut, pertama, perusahaan asuransi harus melakukan evaluasi terhadap agen-agen perorangan karena kurang efektif dalam penyampaian informasi terutama menyangkut investasi kepada konsumen dan cenderung merugikan sisi konsumen. Disamping itu, agen perorangan sangat subjektif dalam memberikan asistensi kepada konsumen, sehingga konsumen seringkali tidak mengetahui tingkat solvabilitas dan retensi perusahaan asuransi tersebut. Dalam hal ini, penggunaan pialang (broker) lebih tepat dari sisi konsumen, karena dapat melindungi konsumen baik sebagai individu maupun korporasi dengan kompetensi yang dimiliki. Disamping itu, turnover yang rendah meminimalisasi potensi fraud di industri asuransi dan reasuransi.
Kedua, Perusahaan reasuransi dalam negeri harus meningkatkan kapasitasnya, baik melalui permodalan maupun sumber daya manusia. Dengan demikian, kepercayaan perusahaan asuransi terhadap perusahaan reasuransi dalam negeri akan meningkat. Dengan demikian, cadangan devisa tidak banyak keluar dan tidak ada potential loss akibat klaim yang dibayarkan ke luar negeri lebih besar dibanding yang diperoleh perusahaan asuransi.
 Ketiga, perusahaan pialang asuransi dan reasuransi harus meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat. Disamping itu, saat ini perusahaan asuransi mulai melirik sektor ritel dan peran pialang bisa masuk dalam wilayah tersebut. Dalam hal ini, masyarakat dan pelaku UMKM yang harus benar-benar diperhatikan karena perusahaan asuransi sudah familiar dengan perusahaan pialang terkait dengan kepesertaan reasuransi. Manfaat-manfaat yang akan diperoleh masyarakat golongan menengah ke bawah akan sangat dirasakan karena agen perorangan tidak mampu mengukur solvabilitas berbagai perusahaan asuransi dan menyelesaikan permasalahan ganti rugi kepada perusahaan asuransi. 
Keempat, diperlukan suatu sinergi antara perusahaan pembiayaan dengan perusahaan asuransi, misalnya antara asuransi properti dengan pembiayaan perumahan seperti SMF. Cakupan perluasan juga penting dalam mendorong peningkatan pendapatan premi maupun nilai penjaminan, terutama terhadap lini usaha yang terus mengalami peningkatan nilai setiap tahun seperti properti dan surety bond. Sebagai catatan, pendapatan premi bruto lini usaha properti mencapai Rp 4,84 Triliun (meningkat 3,84% dari semester 1 2010) dan pertumbuhan surety bond sebesar 72,3% pada semester 1 2011 (Rp 1,12 Triliun) dibanding semester 1 2010.[7]

PENUTUP
Era globalisasi yang membawa perubahan pada struktur perekonomian, merubah paradigma tentang perasuransian. Namun, dengan jumlah penduduk 240 juta jiwa, cakupan asuransi di Indonesia hanya menyentuh 15% dari jumlah tersebut. Penyebabnya adalah karena masyarakat masih ragu akan manfaat yang diperoleh dengan kepesertaan asuransi. Faktor pemasaran dan prosedur penanganan klaim yang sulit sering menjadikan masyarakat enggan untuk mengikuti asuransi. Agar kepercayaan masyarakat meningkat, maka strategi pemasaran harus diiringi dengan kemampuan perusahaan dalam menyediakan kemudahan-kemudahan dengan berbagai tingkatan premi. Apabila perusahaan asuransi sangat mementingkan pendapatan premi dan mengabaikan kepentingan masyarakat, maka telah terjadi moral hazard. Oleh karena itu, penggunaan perusahaan pialang sangat tepat untuk meningkatkan governance dan peningkatan premi dalam jangka panjang dan berkelanjutan.


[1] Seminar Asosiasi Broker Asuransi dan Reasuransi Indonesia (ABAI), Hotel Novotel Bogor, 22 September 2011.

[2] Wakil Ketua Komisi XI Keuangan dan Perbankan DPR RI (2010-2014), Ketua Badan Anggaran DPR RI (2009-2010), Wakil Ketua Panitia Anggaran (2008-2009), Anggota FPG DPR Dapil Kepulauan Riau, PhD Oklahoma State University, Amerika Serikat (2000), lahir di Tanjungpinang (1956).

[3] ILO, 2003.

[4] Bank Indonesia, 2011.

[5] Bapepam LK, 2009.

[6]http://takaful.com. (diakses 19 September 2011).
[7] http://www.bisnis.com. (diakses 19 September 2011).