Sabtu, 30 April 2011

Transfer Daerah dan Kinerja Daerah, Mataram, 20 April 2011

Model Dana Transfer dan Kinerja Daerah
Oleh : Dr. Harry Azhar Azis,MA[1]
A.    Pendahaluan
Desentralisasi salah satu alat mencapai tujuan bernegara, mendekatkan pemerintahan kepada rakyat (government closer to the people). Agar, pelayanan umum lebih baik dan pengambilan keputusan publik lebih demokratis. Desentralisasi adalah pelimpahan kewenangan pengeluaran, kewenangan memungut pajak (taxing power), perwakilan yang representatif, Kepala Daerah dipilih rakyat, dan berbagai model dana transfer dari Pusat ke Daerah.

Desentralisasi fiskal di Indonesia diatur UU 33/2004 (sebelumnya UU 25/1999) tentang Perimbangan Keuangan antar Pusat dan daerah.  Undang-undang ini memberikan kepastian hukum dan menjadi sistem perimbangan keuangan dan sumber  pendanaan bagi daerah guna mendukung desentralisasi.  Dari sisi keuangan Negara, kebijaksanaan pelaksanaan desentralisasi fiskal membawa konsekuensi perubahan mendasar pengelolaan fiskal. Ditandai dengan makin tingginya transfer dana APBN ke daerah. Transfer ini dalam bentuk Dana Perimbangan. Porsi dana dikelola Pemerintah Pusat berkurang, sebaliknya porsi dana daerah bertambah di APBD. Pengelolaan fiskal daerah makin fleksibel termasuk diskresi pemanfaatannya.  Menurut Shah dan Qureshi (1994) ada enam tujuan dengan sistem perimbangan keuangan yaitu, pertama, mengurangi fiscal gap. Kedua, mengatasi ketidaksamaan kemampuan fiskal (fiscal inequities) dan ketidaksamaam tingkat efisiensi fiskal (fiscal ineficiences) antar daerah. Ketiga,kompensasi benefit spillover. Keempat, mendukung standar pelayanan minimum (national minimum standar). Kelima, mendukung pencapaian prioritas nasional dan Keenam, untuk mencapai tujuan tertentu.  Devas (1988) mengemukakan tujuh kreteria dalam merancang sistem perimbangan keuangan yaitu : simplicity (kesederhanaan formula), adequacy (kecukupan membiayai kebutuhan dasar), elasticity (penyesuaian atas inflasi), stability and predictability (jumlah alokasi relatif stabil dan dapat diprediksi), equity (aspek pemerataan antar daerah), economic effiency (efisiensi penggunaan dana), decentralization and local accountability (otonomi dan akuntabilitas lokal).

Karena itu, perlu skema transfer dalam sistem perimbangan sesuai fungsi keuangan Negara yakni alokasi, distribusi dan afirmasi. Pertanyaan mendasar apakah model transfer sudah mencukupi kebutuhan daerah sesuai standar pelayanan minimum. Kedua, apakah skema transfer memenuhi rasa keadilan antar daerah guna mengatasi horizontal imbalances. Ketiga, apakah skema transfer menstimulasi kinerja daerah bagi kesejahteraan masyarakat.

B.     Skema Transfer Pusat ke Daerah Di Indonesia
Ada dua sistem perimbangan keuangan yaitu sistem bagi hasil (revenue sharing) dan hibah (grants).  Sistem bagi hasil seperti bagi hasil pajak dan sumber daya alam. Sedangkan hibah merupakan transfer pusat ke daerah sesuai diskresi tertentu. Dasar hukum sistem transfer ke daerah diatur UU 32/2004 dan 33/2004 tentang Otonomi Daerah,PP 55/2005 tentang Dana Perimbangan serta UU APBN/P. Seperti Gambar 1, transfer pusat ke daerah terdiri atas Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus/Penyesuain. Dana transfer pertama adalah Dana Perimbangan yaitu: Dana Bagi Hasil Pajak dan SDA (Migas, Pertambangan Umum, Kehutanan, Perikanan). Formula Bagi Hasil diatur UU 33/2004 dan sejumlah  aturan lain. Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan bertujuan mengatasi vertical equalization dan horizontal equalization.
       
    Gambar 1 Ruang Lingkup Transfer Daerah di Indonesia (2009)
Sumber : Departemen Keuangan, diolah,2009
                                      Gambar 2 : Formula DAU
            

Gambar 2, Formula DAU berdasarkan alokasi dasar ditambah celah Fiskal (Fiscal Gap). Alokasi Dasar merupakan fungsi rata-rata belanja PNSD. Celah Fiskal adalah selisih kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal. Formula kebutuhan fiskal terdiri dari indeks jumlah penduduk, indeks luas wilayah, indeks kemahalan kontruksi, IPM dan PDRB/kapita. Sedangkan formula kapasitas fiskal adalah PAD, Bagi Hasil Pajak dan SDA.

                       Gambar 3 : Perbedaan Formula DAU 2008-2009
              
               Sumber ; Departemen Keuangan,diolah,2009

Sebagaimana pada Gambar 3 bahwa terjadi penyempurnaan dalam perbaikan formula yang jadikan dasar dalam penghitungan DAU. Hal ini ditujukan agar jumlah DAU dapat makin lebih mengatasi permasalahan fiscal vertical dan horizontal in equalities.

Perkembangan APBN 2010,  ada formula baru  dana insentif bagi Daerah berkinerja baik. Yaitu pemberian Award hadiah uang (Competitive budget) karena kinerja keuangan daerah dan kinerja ekonomi serta kesejahteraan dicapai kurun waktu tiga tahun sebelumnya. Berdasar itu daerah berprestasi ada 9 provinsi dan 44 kabupaten/kota. Penilaian terdiri Kriteria kinerja keuangan meliputi : (1) penetapan APBD tepat waktu, (2) kenaikan PAD diatas rata-rata  nasional, dan (3) opini BPK atas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) dengan kualifikasi wajar dengan pengecualian (WDP) atau wajar tanpa pengecualian (WTP), dan (4) kapasitas fiskal dibawah rata-rata nasional namun IPM diatas rata-rata nasional. Kinerja ekonomi dan kesejahteraan meliputi : (1) pertumbuhan ekonomi lokal di atas rata-rata nasional, (2) penurunan angka inflasi daerah, (3) penurunan angka kemiskinan, dan (4) penurunan angka pengangguran yang lebih baik dari rata-rata penurunan secara nasional. Model transfer dana insentif ini memberikan motivasi daerah berkompetisi mencapai tujuan pembangunan nasional.

C.    Kinerja Perekonomian Daerah
Selain gejolak eksternal, perekonomian Indonesia cenderung timpang (divergensi) antar daerah. Divergensi  cenderung melebar, pemerataan makin tidak tercapai. Ini dapat menjadi isu integrasi nasional yang rawan. Table 2, distribusi PDRB berdasarkan pulau besar sejak 1970, menunjukkan distribusi PDRB Jawa dan Sumatera lebih besar  2/3 dari total GDP nasional.
Tabel 1 : Distribusi PDRB Menurut Regional (pulau besar)
Regional
1971
10980
1990
2008
Sumatera
29,0
32,3
25,2
21,6
Jawa
54,5
46,5
56,8
60,7
Bali Nusa Tenggara
3,4
2,5
2,9
2,7
Kalimanatan
5,4
11,3
9,1
8,8
Sulawesi
6,0
4,8
4,1
4,6
Maluku Papua
1,7
2,6
1,9
1,6

1000,0
100,0
100,0
100,0
              Sumber : Nazara,2009

Tabel 2 Pertumbuhan Ekonomi Regional 2004 - 2009
WILAYAH
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Average Growth
Regional Growth (%)
 SUMATERA
2.9
3.6
5.3
5.0
4.9
3.4
4.2
 JAWA & BALI
5.4
5.7
5.8
6.2
5.9
4.8
5.6
 KALIMANTAN
3.0
3.9
3.8
3.5
5.2
3.4
3.8
 SULAWESI 
5.7
6.3
6.8
6.9
7.7
6.9
6.7
 NusaTenggara, Maluku & Papua
-5.3
14.0
-4.0
5.1
2.6
11.0
3.9
(NTB)
6,1
1,7
2,8
4,9
2,6
9,0
4,5
INDONESIA
4.2
5.4
5.2
5.7
5.6
4.7
5.1
Sumber : BPS,2010
D.    Pertumbuhan Ekonomi Wilayah
Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2004–2009 relatif stabil. Rata–ratanya mencapai 5,1%.Pertumbuhan tertinggi di wilayah Sulawesi rata rata 6,7% pertahun. Pertumbuhan paling rendah di Kalimantan dan Indonesia Timur yakni 3.82 % dan 3.9%. Sementara Jawa-Bali tumbuh 5,6% pertahun dan Sumatera 4,2% pertahun Berdasarkan propinsi, pertumbuhan terendah di Aceh - 5.58% (2009). Provinsi Sulawesi Tengah paling tinggi, pada lima tahun terakhir yang rata – rata 7.66% pertahun. Nusa Tenggara, Maluku dan Papua rata–rata tumbuh 3.9% pertahun. Laju pertumbuhan ini tergolong lebih rendah jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan Wilayah Sulawesi, Jawa Bali dan dan Sumatera. Laju pertumbuhan yang lambat pada beberapa provinsi seperti Provinsi Papua, NTB dan NTT. Pertumbuhan Papua tidak konsisten. Tahun 2005 tumbuh 36.4% pertahun, tahun 2006 berkontraksi mencapai -17.1%.

E.    Kesimpulan

Model transfer daerah yang lebi fair dan adil harus makin dicari rumusannya. Kinerja pemerintah daerah juga menentukan bagi setiap rupiah yang ditransfer apakah bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat atau apa? Check and balance harus makin diperkuat, baik secara politik maupun fiskal. Sasaran akhir telah diketahui bersama bahwa dana transfer daerah adalah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.



[1] Wakil Ketua Komisi XI (Keungan, Perbankan dan Perencanaan pembangunan) DPR RI (2009-2014), Ketua Badan Anggaran DPR RI (2009-2010), WAKIL Ketua Panitia Anggaran DPR RI (2008-2009) Anggota FPG  DPR RI dapil Kepulauan Riau (2004-2009 dan 2009-2014). Makalah Lokakarya Mari Ke NTB : Optimalisasi Potensi Daerah dalam mendorong Kinerja Ekonomi Mataram, Mataram, 20 April 2010