Jumat, 07 Januari 2011

Ekonomi Indonesia dan Kepri 2009, Orasi Ilmiah di STT Ibnu Sina Batam, 27 Desember 2007


EKONOMI INDONESIA dan KEPRI 2009
DR.H Harry Azhar Azis, MA·
(S3 Bidang Ekonomi Oklahoma State University, USA, dan Putra Tanjung Pinang)
Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR RI

Kondisi Makro Ekonomi
Krisis keuangan di Amerika Serikat sejak April 2008 meresahkan banyak negara, termasuk Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2009 diprediksi menurun drastis ke angka 4,5%-5,5% turun 8%-25% dari target UU No 41/2008 tentang APBN 2009. Walaupun Pemerintah mewacanakan perubahan, walau APBN 2009 baru dimulai 1 Januari 2009, sampai saat ini belum ada usulan perubahan resmi kepada DPR sebagai pemegang hak bujet negara.
Asumsi makro ekonomi sesuai UU No 41/2008, yaitu: pertumbuhan ekonomi 6,0%, inflasi 6,2%, nilai tukar Dolar AS/Rp 9400, SBI 3 bulan 7,5%, harga BBM Dolar AS 80/barel, lifting minyak 960 ribu barel/hari, lifting gas 7.526 MMSCFD, produksi batubara 250 juta ton, dan PDB Rp 5.327T. Penerimaan negara Rp 986T dan belanja negara Rp 1.037T dan defisit 1% terhadap PDB atau Rp 51,3T. Dari belanja negara, belanja Pemerintah Pusat Rp 712T yang dialokasi pada 76 kementerian dan lembaga pusat, sedangkan belanja Pemerintahan Daerah Rp 312T yang dibagi pada 33 Provinsi, 389 Kabupaten dan 96 Kota se-Indonesia. Angka penerimaan, belanja dan defisit ini turun dari usul semula pada penyampaian Nota Keuangan 15 Agustus 2008 dimana penerimaan Rp 1.022,6 triliun, belanja Rp  1.122,2 triliun dan defisit 1,9%. Ini karena asumsi harga BBM turun dari US$ 100/barel menjadi US$80/barel. Bila harga BBM dunia terus rendah tahun 2009, postur APBN 2009 mengecil lagi dibanding yang ditetapkan sekarang.
Bila prediksi penurunan akibat krisis 20%, penerimaan negara menjadi Rp 789T atau turun Rp 197T dan belanja negara Rp 830T atau turun Rp 170T. Bila pemerintah mempertahankan tingkat belanja negara sesuai UU Nomor 41/2008, tambahan pembiayaan Rp 197T sehingga defisit anggaran menembus 3% di atas ketentuan UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara. Agar defisit tidak melebihi 3%, pembiayaan defisit tidak boleh lebih Rp 120T. Di tengah krisis likuditas, tambahan pembiayaan ini juga tidak mudah diperoleh.
Peluang perubahan APBN 2009 akibat dampak krisis dibuka pada Pasal 23 UU APBN 2009. Intinya, Pemerintah atas persetujuan DPR dapat mengambil langah-langkah mengubah asumsi makro, penghematan atau realokasi anggaran, penarikan pinjaman dan/atau bentuk pembiayaan krisis lainnya. Perpu Nomor 2/2008 yang mengubah UU BI dan Perpu Nomor 3/2008 yang mengubah UU LPS, disahkan Sidang Paripurna DPR 18 Desember 2008, membolehkan BI membantu likuiditas atas jaminan agunan berkualitas dan LPS meningkatkan nilai jaminan simpanan nasabah bank dari Rp 100 juta menjadi Rp 2 miliar, sesungguhnya makin memperkuat sektor perbankan dan moneter dalam menghadapi krisis.  Untuk Perpu No 4/2008 tentang Jaringan Pengaman Sistem Keuangan (JPSK), DPR minta Pemerintah menyempurnakan melalui RUU JPSK, bukan Perpu, sehingga rasionalitas pembahasan lebih solid. Konsistensi implementasi dapat minimalkan dampak krisis dan pertahankan level kesejahteraan rakyat.
Di tahun 2008, kenaikan harga BBM mencapai 147 US$/barrel menekan target pertumbuhan ekonomi yang semula 6,8% menjadi 6,4%. Aktualnya diperkirakan 6,3%. Sebenarnya, angka di atas 6% relatif menggembirakan dan mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang solid selama era reformasi. Pada Orde Baru pertumbuhan ekonomi pernah 9%.  Pertumbuhan tahu 2008 lebih disumbang konsumsi yakni 66,5%. Di sisi permintaan, perekonomian hingga triwulan II 2008 didorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga 5,3%,  konsumsi pemerintah 2,2%, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) 12,8%.  Pada sisi  penawaran,  perekonomian didorong laju kinerja sektor pengangkutan dan komunikasi 19,2%,  sektor listrik gas dan air bersih 11,2% dan sektor keuangan 8,7%.   Pertumbuhan didorong konsumsi menimbulkan multiplier efek rendah dan impor meningkat.

Tabel 1.  Pertumbuhan Ekonomi Menurut Pengeluaran ( y-o-y)

            Tabel 2.  Pertumbuhan Ekonomi Menurut Pengeluaran ( y-o-y)


Tren pertumbuhan impor semester I/2007 hingga semester I/2008 menunjukkan peningkatan impor dibanding ekspor yang berdampak memburuknya defisit neraca pembayaran. Hingga awal 2008, pertumbuhan investasi PMTB membaik. 

Gambar 1.  Pertumbuhan Ekspor dan Impor  (Semester)
            Cermin membaiknya investasi terlihat pada menurunnya pengangguran pada Februari 2008 turun ke 8,46%,  meskipun masih  tinggi  dibanding standar ASEAN. Angka ini meleset dari target RPJM 2004-2009 tahun 2008 sebesar 6,6%.

Gambar 2.  Pertumbuhan Ekonomi dan Pengangguran, 2003-2008
                      Keterangan : Pengangguran terbuka 2005-2008 menggunakan data bulan februari


Membaiknya pertumbuhan ekonomi dan pengangguran dibayar oleh inflasi. Agustus 2008, inflasi 11,9% lebih 5,4% dibanding 2007. Inflasi ini karena  harga bahan makanan naik 12,5%, transportasi dan jasa keuangan naik  10,5%.   Kenaikan ini bersifat nonfundamental karena faktor administered prices maupun volatile food. Peningkatan inflasi administered prices terkait kebijakan harga BBM bersubsidi naik 28,7% pada 24 Mei 2008. Inflasi volatile food terkait persepsi pedagang atas harga BBM, biaya distribusi dan komoditas yang naik. 
            Uniknya, kenaikan harga justru menekan kemiskinan menjadi 15,52%, sebagian mungkin karena imbas program BLT.  Di tahun 2005 kenaikan harga BBM menyebabkan kemiskinan meningkat.  Tren kemiskinan pada level cukup tinggi (diatas 30 juta jiwa) harus dilawan dengan kebijakan lebih tepat dan fokus. Program kemiskinan tersebar pada banyak departemen, pendataan kurang baik, serta pendekatan proyek bukan sistem harus diubah dan dikoordinasikan.

Gambar  3.  Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Tahun 2003-2008
                        Keterangan :  data ahun 2008 bersifat  sangat sementara

Gambar 4.   Rata-Rata Nilai Tukar Rupiah

Stabilitas moneter cukup baik. Nilai tukar Rp triwulan II/2008 stabil meskipun terdepresiasi awal tahun karena harga minyak dunia.  Rata-rata kurs triwulan II/2008 pada Rp9.258/USD - Rp9.259/USD.  
Prospek Ekonomi Indonesia 2009
Tahun 2009, ketidakpastian muncul lagi akibat perlambatan ekonomi dunia, harga minyak dan pangan belum stabil dan imbas ekonomi luar negeri. Tahun 2008 pertumbuhan ekonomi global sekitar 3,8% dan ASEAN sekitar 6%.  Krisis subprime mortgage merontokkan institusi seperti Citigroup, Merrill Lynch, dan UBS dengan total kerugian sekitar US$4000M atau atau 8 kali PDB Indonesia tahun (Rp5,327T).  Ketidakseimbangan global makin lebar akibat defisit neraca perdagangan AS terhadap China. Cadangan devisa China meningkat pesat mencapai US$1.457M, bandingkan dengan Indonesia US$ 50M.
Proyeksi IMF tahun 2009 menyebut USA tumbuh 0,8%, Uni Eropa 1,2%, Jepang 1,5% dan Inggris 1,8%. Newly Industrialized Asian Economic 4,3%, ASEAN-5 5,9%, Timur Tengah 6% dan Brazil 4,0%. Ekonomi dunia melambat, ekspor Indonesia menurun dan berdampak pada sektor riil dan PHK.
            Prospek Ekonomi Indonesia Tahun 2009 dapat disimpulkan sbb:
Pertama, harga minyak dunia. Harga minyak dunia terkait dengan krisis keuangan global yang bila berlanjut akan menyebabkan harga rendah seperti sekarang ini bertahan. Perkiraan permintaan global pulih setelah semester I/2009 dpat memicu kembali naiknya harga minyak dunia dan Indonesia. Penurunan harga minyak menurunkan harga pangan dunia,  baik gandum, jagung dan beras.  Korelasi ini membantu Indonesia dalam penyediaan stok beras dan jagung dengan membeli harga lebih rendah dari tahun sebelumnya. 
Kedua, inflasi, nilai tukar rupiah dan SBI. Inflasi dan nilai tukar banyak ditentukan oleh faktor global dibanding dalam negeri. Kemampuan Bank Indonesia menjaga dua tugas utamanya ini relatif masih lemah ditambah lagi dengan krisis kepercayaan karena kasus BLBI, aliran dana BI , bank Indover dan Bank Century. Karena itu koordinasi dengan pemerintah menjadi penting agar inflasi dan nilai tukar dapat bertahan sesuai target APBN 2009. Suku bungan SBI memang harus diupayakan turun agar terlihat kaitan kebijakan moneter dan fiskal bagi sektor riel di tahun 2009.
Kelima,  pertumbuhan ekonomi,  pengangguran dan kemiskinan.  Kaitan pertumbuhan ekonomi atas pengangguran dan kemiskinan harus makin diperjelas.  Kontribusi 1% pertumbuhan ekonomi dalam penciptaan lapangan kerja, yakni di bawah 100,000, dibanding masa Orde Baru yang dapat mencapai 350,000, harus diupayakan kembali dengan mengubah strategi pembangunan yang memprioritas sektor dengan daya serap tenaga kerja besar. Ekspektasi angka pengangguran 7%-8% relatif mudah dicapai, tetapi target angka kemiskinan 12%-14% masih harus diupayakan dengan baik.

Prospek Ekonomi Kepri 2009
Dengan penduduk meningkat dari 1,313 juta (200), 1,362 juta (2007) menjadi 1,4 juta jiwa (2008). Sementara pengangguran justru menurun dari 49.599 (2006), 44.276 (2007) menjadi 38.588 (2008) dan penduduk miskin 163.000 (2006), 148.400 (2007) turun menjadi 136.400 jiwa (triwulan I/2008).  Kecenderungan ini tentu menggembirakan. Alokasi dana ke Kepuluan Riau juga meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2009, misalnya APBD Provinsi Kepri menjadi Rp 1,634T, begitu juga dengan APBD Kabupaten dan Kota di Kepri. Dengan PDRB di atas Rp 32T, Kepri dakan teru menjadi pusat pertumbuhan ekonomi paling tidak di Kawasan Indonesia Bagian Barat. Tabel 3 dan Tabel 4 memberikan gambaran tentang pertumbuhan alokasi dana dari pusat, dari tahun ke tahun, yang terus menignkat. UU Nomor 44/2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan bebas telah menjadi motor bagi wilayah ini, bila dikelola dengan baik, sebagai pusat pertumbuhan ekonomi nasional.
Tabel 3. ALOKASI DANA KEPRI TAHUN 2006 DAN 2007 (Miliar)
2006
Kepri
Bintan
Batam
TPinang
Lingga
Natuna
Karimun
Penerimaan
1,13T
508,7
659,7
467,8
423,4
466,6
1,28T
Belanja
915,1
373,7
536,6
345,2
241,1
353,6
603,9
DAU
178,3
166
149,2
163,1
144,4
93
147,6
DAK
0
13,5
9,6
19,7
19,6
10,7
0
Adhoc
0
3,6
0
0
1,5
0,8
0








2007
Kepri
Bintan
Batam
TPinang
Lingga
Natuna
Karimun
Penerimaan
1,12T
458,8
746
449,4
400
372,2
1,25T
Belanja
1,54T
536
880
493,4
434,7
439
1,9T
DAU
333,3
224,3
219,3
206,7
161,2
93
159,4
DAK

13,9
13,8
29,2
38,5
16,1

Adhoc
30
25
100,4
35,1
7
12
10,3

  









            Tabel 4. ALOKASI DANA APBN 2009 UNTUK KEPRI (miliar)
2009
DAU
DAK
DPPD
Total
Prov Kepri
403,1
20,9

424,0
Kab Bintan
161,2
21,0

182,2
Kab Natuna
90,3
39,0

129,3
Kab Karimun
184,0
33,3

223,3
Kota Batam
279,7
34,7

314,4
Kota TPI
229,3
35,2

264,5
Kab Lingga
178,5
35,9
19,7
234,1
Kab Anambas
33,0


33,0
Total
1559,1
220
25,7
1804,8

PENUTUP
            Optimisme ekonomi Indonesia dan Kepulaun Riau di tahun 2009  masih besar meskipun bayang-bayang perlambatan ekonomi dunia cukup mengkhawatirkan.  Kita berharap, dengan manajemen pemerintahan yang baik, di pusat maupun daerah, kita dapat meminimalkan dampak negatif krisis global maupun rentannya harga minyak dunia. Tuntutan yang makin nyata agar Kepri menjadi pusat pertumbuhan ekonomi nasional makin mendesak, yang dengan itu pula kita meningkatkan kesejahteraan rakyat sampai ke anak cucu.



· Makalah disampaikan sebagai Orasi Ilmiah pada acara Wisuda ke 5 Sekolah Tinggi Teknik (STT) Ibnu Sina Batam di Hotel Panorama regency, tangal 27 Desember 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar